“Mengalah, walau bukan aku yang salah. Membisu, saat semua sibuk beradu. Walau tak rela pun ku bantu. Berdoa ini semua. Berakhir di aku.” Penggalan lirik lagu Berakhir Di Aku, yang dinyanyikan Idgitaf menjadi OST Soundtrack film Home Sweet Loan, sangat menggambarkan tokoh Kaluna. Film Home Sweet Loan merupakan film yang diperankan oleh Yunita Siregar dan adaptasi dari novel karya Almira Bestari. Home Sweet Loan disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie. Ia adalah seorang penulis skenario dan perancang grafis asal Indonesia. Sabrina menyutradarai film panjang perdananya pada 2019 yang berjudul Terlalu Tampan.
Tayang 26 September 2024 lalu, film ini menjadi angin segar bagi perfilman di Indonesia. Film Home Sweet Loan, mengangkat kisah drama keluarga yang menyentuh hati dalam kehidupan setiap orang, terutama sandwich generation. Sederet artis papan atas juga mewarnai film ini, seperti Derby Romero, Risty Tagor, hingga Ayushita.
Sinopsis
Film bergenre slice of life ini, mengisahkan seorang anak bungsu bernama Kaluna yang harus menghadapi kesibukan sebagai pekerja kantoran dari kelas ekonomi menengah. Dalam kisahnya, Kaluna hanya ingin menemukan tempat yang nyaman untuk pulang dan beristirahat setelah menjalani kesibukan. Namun, kehidupannya tidak sesuai dengan keinginannya tersebut. Kaluna harus rela tinggal bersama keluarga besarnya, dimana kakak-kakaknya sudah berkeluarga. Kondisi tersebut, membuatnya sering kali mengalah dengan keluarganya, seperti ketika kamarnya yang harus ia relakan untuk ditempati oleh keponakannya.
Kehidupan keluarganya yang usik, membuat Kaluna bermimpi untuk memiliki rumah pribadi. Ia bahkan sering melakukan survei ke berbagai tempat, untuk memastikan rumah impiannya bisa terwujud, ditemani oleh sahabat-sahabatnya, yakni Danan, Tanish, dan Miya. Kaluna sangat bekerja keras dan hidup dengan sederhana, untuk meraih mimpinya tersebut, ia berhasil menabung sampai ratusan juta. Meski begitu, jalannya meraih mimpi mendapatkan rumah pribadi tidak berjalan mulus. Kaluna juga dituntut untuk membiayai kebutuhan keluarga besarnya yang berpenghasilan minim. Hal tersebutlah yang membuat mimpi Kaluna sulit terwujud. Bahkan, setiap kali pulang, Kaluna merasa seperti tidak berada di rumah.
Perjalanan emosional Kaluna dalam usahanya memiliki rumah, sesungguhnya membuat film ini banyak disukai penonton. Ditambah, terdapat penggambaran masalah yang sangat related, terutama untuk mereka yang menjalani peran sebagai anak yang lahir dari keluarga generasi sandwich. Beban kehidupan tersebut, membuat anak-anak generasi sandwich harus menanggung masalah keluarga, banyak dari mereka yang merasa harus tahu diri dengan mimpi-mimpinya. Kondisi tersebut sangat menyentuh hati penonton. Meski konflik keluarga dalam film ini terdengar sederhana, namun berhasil bikin mewek setiap yang menonton. Ditambah, drama persahabatan dan romantisme tipis, dibungkus dengan sentuhan komedi yang mencairkan suasana. Home Sweet Loan sukses membuat penontonnya roller coaster, menangis, lalu tiba-tiba dibuat tertawa selama 1 jam 52 menit film tersebut diputar.
Kelebihan dan Kekurangan Film Home Sweet Loan
Kelebihan dari film ini, pengembangan karakter Kaluna dibuat sangat detail. Contohnya, dari cara tokoh berias sampai mengenakan pakaian yang benar-benar melukiskan bahwa tokoh Kaluna berasal dari kalangan ekonomi menengah. Berbeda dari sahabat-sahabatnya, Kaluna digambarkan memiliki gaya hidup sederhana karena ia tidak memiliki banyak barang. Menariknya lagi, Yunita Siregar sangat totalitas dalam memainkan karakter, sampai ekspresinya yang jarang tersenyum setiap kali sedang di rumah, sukses membuat penonton dapat merasakan bagaimana lelahnya dikerubungi beban kehidupan.
Selain itu, konflik generasi sandiwich dalam film ini sangat relate dan banyak dirasakan oleh orang-orang zaman sekarang. Misalnya, masalah ekonomi keluarga hingga terlilit pinjaman online (pinjol) ratusan juta, sukses membuat film ini terasa sangat well prepared. Konflik tersebut, sukses menyinggung gaya hidup orang-orang zaman sekarang yang sangat ketergantungan dengan kemudahan pinjol. Padahal, semua itu secara tidak langsung membuat orang susah. Film ini menunjukkan bahwa kehidupan Kaluna yang sederhana dan selalu rajin menabung, mampu memulihkan ekonomi dengan lebih baik. Secara tidak langsung, gaya hidup Kaluna menjadi edukasi orang-orang supaya bisa menabung dan mengorganisir keuangan dengan jauh lebih baik.
Sinematografi film sangat menarik. Film ini, menyajikan pergerakan kamera serta framing yang berhasil membuat penonton terkesima. Penonton bisa merasakan lelahnya para pekerja di Jakarta setiap hari bertarung dengan kehidupan, berangkat, dan pulang bekerja menggunakan transportasi umum. Namun, adanya film Home Sweet Loan, penonton jadi merasa seakan dipeluk, menyadarkan bahwa semua orang juga sedang berjuang di jalannya masing-masing, dengan berbagai rintangan kehidupan yang beragam.
Bukan hanya itu, penggunaan lagu pada film ini juga sangat mendukung lebih dalam keadaan Kaluna. Film ini menggunakan banyak OST dengan lirik yang mendalam sehingga mengundang sisi emosional penonton untuk bertahan dan berjuang dalam menjalani kehidupan.
Namun, terdapat juga kekurangan yang terlihat dalam film tersebut. Pada bagian ending film, terkesan dieksekusi dengan terburu-buru. Kehidupan percintaan Kaluna yang tiba-tiba disorot dan berjalan mulus, serta Kaluna yang tiba-tiba berpindah kerjaan, terasa sedikit menggoyahkan jalan ceritanya. Hal itu bukanlah sesuatu yang besar, karena penggambaran tokoh yang begitu jujur, mengikuti dengan naskah ceritanya.
Film ini sangat menarik untuk disaksikan, terutama untuk mereka yang sedang merasa lelah menjalani kehidupan yang penuh dengan tekanan. Home Sweet Loan menjadi pelukan hangat, menyadarkan bahwa kita menjalani hidup itu tidak sendiri. Banyak orang-orang di luar sana yang sama-sama sedang berjuang. Film ini juga menyadarkan, bahwa kita boleh marah dengan keluarga, namun tempat sebenar-benarnya untuk berpulang tetaplah mereka. Tanpa disadari, film ini mengedukasi tentang banyak hal, seperti apa saja yang perlu diperhatikan saat membeli rumah, di tengah sulitnya anak zaman sekarang untuk memiliki rumah pribadi.
Penulis :
Aufa Virgannisa Agyansa MG1627