Tragedi Semanggi merupakan salah satu contoh peristiwa darurat HAM yang terjadi di Indonesia. Secara historis, terhitung dua tragedi yang dikenal dengan kejadian Semanggi I dan II. Semanggi I merupakan kegiatan lanjutan pasca Orde Baru atau menginjak kekuasaan reformasi. Bermula dari November 1998, pemerintahan transisi Indonesia dijadwalkan mengadakan Sidang Istimewa (SI) MPR untuk membahas mengenai Pemilu berikutnya dan agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa dan masyarakat gencar melakukan demonstrasi memenuhi jalan-jalan Jakarta untuk menolak SI MPR 1998 yang dinilai inkonstitusional. Aksi penolakan terjadi pada tanggal 11-13 November 1998.
Semanggi I:
Tanggal | Kejadian |
11 November
1998 | Mahasiswa dan masyarakat
yang bergerak dari arah Jalan Salemba terlibat bentrok dengan Pasukan
Pengaman Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) yang dibentuk oleh TNI di
kompleks Tugu Proklamasi. |
12 November
1998 | Kelompok
demonstran bergerak menuju gedung DPR/MPR, namun tak mampu menembus penjagaan
tentara, brimob, dan Pam Swakarsa. Demonstrasi yang berjalan hingga malam hari
mengakibatkan bentrokan tidak terbendung. Mereka yang terluka dibawa ke rumah
sakit, sementara yang lainnya dievakuasi ke Universitas Atma Jaya. |
13 November
1998 | Demonstran
yang jumlahnya diperkirakan sebanyak puluhan ribu ini melebur di area Semanggi
dan sekitarnya. Mereka dikepung melalui dua arah di sepanjang Jalan Sudirman
menggunakan kendaraan lapis baja. Menjelang sore hari, kendaraan lapis baja
bergerak untuk membubarkan massa, menyababkan sebagian warga melarikan diri.
Mahasiswa yang masih bertahan dengan duduk di jalan, direspon oleh aparat
dengan tembakan yang membabi buta. Kerusuhan disertai tembakan ini
berlangsung mulai dari jam tiga sore hingga dini hari. |
Semanggi II
Sementara itu, tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999. Setelah DPR mengesahkan Undang-undang Pencegahan Keadaan Bahaya (PKB), ribuan massa yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, buruh, dan lembaga non-pemerintah berbondong-bondong menuju Senayan. Tekanan demonstran yang tinggi berujung pada bentrokan berdarah. Sayangnya, tindakan represif aparat yang membubarkan massa secara paksa melalui tembakan, pukulan, gas air mata, dan injakan, menimbulkan korban jiwa. Menurut laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan setidaknya 11 warga sipil meninggal dan 217 lainnya luka-luka akibat tragedi tersebut.
Daftar Korban Jiwa
Semanggi I |
Semanggi II |
Lukman Firdaus
(Pelajar), Teddy Wardhani Kusuma (Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia),
Bernardus Realino Norma Irawan, (Mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya), Ayu
Ratna Sari (Anak berusia 6 tahun yang terkena peluru nyasar), Sigit Prasetyo
(YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko
(Universitas Indonesia), Uga Usman, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Doni
Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, dan Hadi. |
Yap Yun Hap (FT UI), Zainal Abidin, Teja Sukmana,
M Nuh Ichsan, Salim Jumadoi, Fadly, Deny Julian, Yusuf Rizal (Universitas Bandar
Lampung), Saidatul Fitria, dan Meyer Ardiansyah (IBA Palembang). |
Pihak-pihak yang
terlibat
Dalam keberlanjutan Tragedi Semanggi, melibatkan beberapa pihak berikut:
- Mahasiswa dan Masyarakat Sipil: Kelompok utama yang mengorganisir demonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR dan tidak mengakui pemerintahan Presiden Habibie serta tidak percaya terhadap DPR/MPR.
- Pemerintah: Pemerintah transisi mengadakan sidang untuk membahas agenda-agenda, termasuk pelaksanaan Pemilu.
- Aparat Keamanan (TNI dan Polri): Terlibat dalam pengamanan demonstrasi, yang berujung pada kekerasan dan penembakan terhadap demonstran. TNI menolak panggilan sejumlah petinggi militer aktif dan non aktif guna dimintai keterangan oleh tim ad hoc penyelidik Komnas HAM.
- Pam Swakarsa: Pam Swakarsa (kelompok sipil bersenjata yang dibentuk TNI) terlibat bentrok dengan mahasiswa dan masyarakat di kompleks Tugu Proklamasi.
- Komnas HAM: Komnas HAM melakukan penyelidikan dan menyimpulkan bahwa terjadi pelanggaran HAM berat.
- Jaksa Agung: Jaksa Agung membolak-balik berkas penyelidikan dengan Komnas HAM.
- DPR: Pansus DPR menyatakan tidak ada pelanggaran HAM berat sehingga penyelesaian kasus dilakukan melalui peradilan umum/militer.
Dampak dari Peristiwa
Semanggi I dan II & Upaya Penyelesaiannya
Eksistensi
Tragedi Semanggi I dan II tidak akan pernah hilang dari benak dan hati nurani
kita. Sejarah mencatat, peristiwa tersebut telah menimbulkan sejumlah korban
jiwa dari pihak aparat penegak hukum, seperti polisi & Pam Swakarsa,
seorang anggota keamanan, hingga masyarakat sipil, termasuk mahasiswa yang
menjadi demonstran bahkan relawan kemanusiaan. Peristiwa tersebut juga memberikan
dampak trauma mendalam, terutama bagi mereka yang menyaksikan secara langsung.
Hal ini menjadi fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa Tragedi Semanggi
I dan II merupakan tindakan pelanggaran HAM berat, yang harus diadili dengan
seadil-adilnya. Sayangnya, hingga saat ini upaya mencapai keadilan untuk korban
dan keluarga belum menampakkan titik terang. Pada 2015 lalu, sempat dibahas
bahwa akan diadakan upaya non-yudisial atau rekonsiliasi untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Hal itu diputuskan dalam pembahasan Komnas HAM dengan
sejumlah kementerian yaitu Kantor Menko Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM,
Kejaksaan Agung, Polri, dan Mabes TNI. Sempat tidak dilanjut, akhirnya kembali
dibahas pada Januari 2016 usai rapat terkait keamanan & HAM. Mendengar
wacana tersebut, keluarga dari korban Semanggi I, Maria Sumarsih, ibu dari
mendiang BR Norma Irawan (Wawan) menolak mentah-mentah jika benar akan diadili
melalui proses rekonsiliasi. Hal itu dianggap tidak adil jika tidak diadili
melalui jalur hukum terlebih dahulu. Tahun terus berganti, sampai saat ini
keadilan itu masih dicari.
REFERENSI:
https://www.kontras.org/backup/data/KERTAS_POSISI_TSS_2006.pdf
https://nasional.kompas.com/read/2017/01/30/22270351/pemerintah.putuskan.pen#google_vignette
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43940189
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160302_indonesia_kontras_ham_berat
Penulis:
Muhammad Azzam Abyantara, Mufadlotul Izzah, Ima Nur Syamsiah
Editor:
Erawati