Ilustrasi: Pinterest.com
UNTIDAR – Seorang mahasiswa Universitas Tidar diberhentikan
dari organisasinya karena melakukan tindakan kekerasan seksual. Pada Rabu,
(5/10), BEM KM UNTIDAR merilis surat pemberhentian
tidak terhormat fungsionaris kepada pelaku di laman Instagramnya.
Serupa
dengan BEM KM UNTIDAR, Himpunan Mahasiswa Bidikmisi dan KIPK Universitas Tidar
(Himadiktar) juga merilis surat pemberhentian kepada pelaku di grup WhatsApp, mengingat pelaku juga
merupakan salah satu fungsionarisnya.
Berdasarkan
kronologi yang dijelaskan pada surat pemberhentian tersebut, pelaku diduga
melakukan pelecehan seksual verbal dan fisik tanggal 19 Agustus pada 03.00 WIB.
Wakil
Rektor Bidang III (Kemahasiswaan dan Alumni) UNTIDAR, Prof. Sugiyarto
mengungkap, pelaku Musa Efendi adalah staf Departemen Dalam Negeri BEM KM
UNTIDAR yang ditugaskan untuk menjemput di bandara dan mencarikan indekos untuk
korban.
Kasus
kekerasan seksual ini akan ditindaklanjuti oleh Satuan Tugas Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNTIDAR. “Sebenarnya untuk kasus ini
adalah kewenangan Satgas PPKS. Namun karena SK-nya
turun pada 27 September, satgas ini mungkin
belum sempat berkoordinasi.
Akhir tahun ini, baru
mengonsep bagaimana kerjanya. Nanti setelah UTS
baru
akan mengoordinasi,” jelas Sugiyarto.
Kini,
korban telah mendapatkan perawatan dari psikolog. “Korban
sudah kami ajak ke psikolog. Di psikolog katanya baik, sudah direhabilitasi,
sudah beraktivitas, dan sudah
dibedakan kelasnya dengan pelaku. Kami sudah melakukan semampu kami,” ujar
Sugiyarto.
Ke depannya, untuk
menanggulangi kejadian serupa, selain adanya Satgas PPKS, kampus juga akan
membentuk mitigasi penyadaran melalui bimbingan konseling.
Pernyataan Ketua
BEM KM UNTIDAR
Ketua
BEM KM UNTIDAR, Teddy Firmansyah mengatakan bahwa Forum Kesetaraan (Forkes) BEM
KM sudah menindaklanjuti dan memproses kejadian tersebut. Forkes sudah bertemu
dengan pelaku, fakultas terkait, dan elemen-elemen yang terkait. Dari pertemuan
tersebut, diperoleh kesepakatan untuk memberhentikan pelaku yang merupakan
bagian dari instansi BEM secara tidak hormat.
Teddy
menyatakan bahwa awalnya korban mengadu ke pihak UNTIDAR. Korban tersebut kemudian
melapor kepada Forkes BEM KM UNTIDAR untuk ditindaklanjuti.
“Secara
detailnya kurang tahu, karena yang berhubungan langsung dengan korban adalah
Forkes. Korban tersebut melapor menurut saya karena trauma. Kejadian terjadi
tanggal 19 Agustus dan dilaporkan ke saya itu akhir Agustus. Dari korban pun
melaporkan ke Forkes,” ucap Ketua BEM KM UNTIDAR.
Sebelum
dirilisnya surat pemberhentian tersebut, pihak BEM KM sudah bertemu dengan
pelaku untuk menjelaskan apa saja yang akan dilakukan untuk menindaklanjuti
kasus tersebut, yaitu pemberhentian tidak hormat, publikasi surat
pemberhentian, dan sebagainya.
“Untuk
sekarang saya belum berkoordinasi dengan organisasi dalam Universitas Tidar,
karena fokus terhadap internal dulu. Kami fokus kepada korban, korban harus
mendapatkan pendampingan secara psikologis. Postingan itu untuk menunjukkan
sikap kita dan memberikan efek jera ke pelaku,” terang Teddy lagi.
Pernyataan Ketua Himadiktar
Pelaku
juga merupakan fungsionaris dari Himadiktar sebagai wakil ketua. Adit Triyono, Ketua
Himadiktar sendiri mendapatkan informasi dari staf Bagian Akademik
Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Kerja Sama (BAKPK) bahwa pelaku yang
bersangkutan sudah dapat sanksi kemahasiswaan.
Pihak
korban menuntut pencabutan bidikmisi pelaku. Namun, pencabutan bidikmisi tidak
mudah dan tidak bisa langsung dicabut. Oleh karena itu, sanksi yang diterima
untuk diberikan pada pelaku adalah pengeluaran dari organisasi. Terkait pencabutan
beasiswa, kepala BAKPK menekankan agar jangan sampai terjadi karena berkaitan
dengan masa depannya.
Pengeluaran
pelaku dari organisasi Himadiktar melanggar peraturan kampus dan kode etik yang
dalam SK sudah dicantumkan. Pelanggaran yang dilakukan pelaku dinilai masih
tergolong sedang, karena belum menjurus ke ‘benar-benar melakukan’. Maka dari
itu, pengeluaran pelaku dari UNTIDAR tidak memiliki alasan yang cukup kuat.
Sebelum
isu ini tersebar, pelaku sudah tidak aktif dalam organisasi Himadiktar dan
tidak diikutsertakan dalam kegiatan. “Dari Himadiktar juga komunikasi dengan
pelaku sudah terputus. Jujur aku sendiri yang dekat dengan pelaku sebagai wakil
ketua umum mau nge-chat pun kayak
‘ini baru booming beritanya’.
Takutnya pelaku sedang dalam kondisi membutuhkan waktu buat sendiri. Jadi, aku
belum sempat komunikasi. Terkait dengan SK, aku sudah bilang sama pelaku, H-1
dikeluarkan SK tersebut. Pelaku menyadari itu juga, emang itu sudah konsekuensi
yang harus diterima. Jadi nggak serta-merta aku bikin SK.”
Selain
itu, Himadiktar tidak mempublikasikan kasus ini dikarenakan dalam Himadiktar
tidak mempunyai SOP seperti itu, “BEM KM, kan, memang SOP yang dibuat oleh SPI
(Satuan Pengendali Internal) di sana, kan, ketika ada fungsionaris yang
dikeluarkan, ya harus di-upload, baik
secara terhormat maupun tidak terhormat. Sekarang apakah di Himadiktar ada
seperti itu? Nggak ada. Kami (Himadiktar) nggak punya SOP seperti itu. Terus
kenapa kami bikin SK di-share-nya
cuma di grup? Karena kami tanggung jawabnya buat mahasiswa bidikmisi dan KIPK
saja, selebihnya bukan tanggung jawab kami. Kami (Himadiktar) bertanggung jawab
ke bidikmisi dan KIPK. Makanya yang diberitahu, ya, cukup mereka aja,” jelas
Adit.