Ilustrasi: Mutiara Maharani Nashir |
Hai.
Kalian ngerasa ga sih kalau hobi itu penting? Ya! Bagiku hobi itu penting,
t-ttapi…
Hari
ini suasana hatiku benar-benar sedang becampur aduk menjadi satu antara sedih, senang,
kecewa. Namun, aku berusaha mengembalikan suasana hatiku dengan…. Ya! Tentu saja hobiku. Ku nyalakan bohlam mini yang selalu menemaniku, ku
siapkan kertas dan pensil dan hal terpenting yaitu ide. Di bawah lampu bersama alunan melodi aku mulai memainkan pensil di atas kertas. Sttt tolong jangan beritahu ayah dan
bundaku kalau aku sedang tidak belajar. Jenuh bagiku melihat tulisan berderet
yang tersusun rapih dalam setiap lapisan kertas apalagi jika bertemu angka.
Rasanya seperti sedang menghitung anggaran negara! Huftt. Aku selalu
menenangkan pikiran dengan melarutkannya dalam sebuah gambaran yang ku coretkan
di sebuah kertas putih entah itu akan menjadi gambar abstrak atau gambar yang
bisa terbaca maknanya. Kumainkan kuas-kuasku dengan membawa warna untuk sedikit
memoles karyaku yang masih polos bergaris hitam. Jiwaku larut menikmati setiap
prosesnya dan akhirnya aku bisa melepaskan semua yang terkutuk di hatiku.
“Kaka kamu lagi belajar apa?” Terdengar suara bunda
yang sedikit berteriak dari luar kamar.
“Baca pelajaran Sejarah Bun!” Jawabku sedikit
berteriak dari dalam kamar.
Huftt, lelah rasanya setiap kali aku belajar selalu
dipantau oleh bunda dan ayah. Aku bingung apa yang salah dari hobi yang
kupunya? Aku adalah seorang pecinta seni, dimana aku melihat seni disitu aku
bisa merasakan suasana dari apa yang dia bawakan. Bagiku seorang seniman selalu
dapat mengajak orang untuk membaca dan masuk kedalam ruang imajinasinya. Ahhhh
sudahlah, bunda dan ayah tidak akan mengerti tentang apa yang kurasakan dan ku
ceritakan.
Setiap malam hampir selalu ku sisakan waktuku untuk
menggambar dan kurasa ayah dan bunda pasti mengetahui hal itu, hanya saja aku
selalu mengumpat ketika melakukannya. Sekarang aku duduk di bangku akhir SMA,
yang dimana akan membuat ayah dan bunda untuk lebih sering memperhatikan
belajarku agar tetap fokus karena akan menentukan dimana nantinya aku akan
melanjutkan kuliah.
“Ka, jangan lupa sekarang kamu harus lebih giat
belajar, karena itu akan menentukan kamu besok akan kuliah dimana!” Pinta ayah
padaku
“Kami berdua sepakat kalau kaka berkuliah di fakultas
hukum, ikuti jalur ayah. Untuk bakat seni yang kamu punya jadikan itu sebagai
hobi saja!” Sahut mama atas pinta ayah yang dilontarkan untukku.
Ahhhhhh aku semakin merasakan tidak ada ruang untuk
aku bisa sekedar mendinginkan pikiranku atas pinta ayah dan bunda
“Okay, aku akan mencobanya yah, bun” Jawabku pada
kesuanya. Dalam pandangan kosongku ingin rasanya aku menangis berharap mereka
melihat apa yang aku rasakan. Tapi aku tidak pernah bisa melakukannya.
Aku berpikir tak apa jika ini tetap kulakukan dengan
sembunyi-sembunyi. Sulit bagiku untu melepas hobiku yang ini, aku tidak ingin
impianku memiliki pameran sendiri pupus begitu saja. Malam ini aku menggambar
dengan penuh semangat. Baru saja aku ingin menarik
garis hitam, tiba-tba… ahh! Lagi-lagi bunda mengecek diriku, memastikan bahwa
aku benar-benar sedang belajar. Kali ini aku tidak lagi mengumpat saat
menggambar.
“Ka kenapa kamu ga baca buku pelajaran? Kamu tahu kan
sebentar lagi kamu ujian? Bunda pikir kamu bisa dikasi kepercayaan! Apa
susahnya menghabiskan sisa waktu menjelang ujian dipakai untuk belajar? Kalau
ayah tahu mungkin ayah juga akan kecewa sama skamu!” Teriak bunda dengan suara
sedikit keras dan gemetar, mata bunda pun terlihat berkaca-kaca.
“Ada apa sih bun, ini udah malem gaenak loh didengerin
tetangga.” Sahut ayah sambil berjalan menuju kamarku.
Aku hanya bisa terdiam, aku tak menyangka bunda akan
semarah itu padaku. Rasanya air mata ingin turun begitu saja namun sekuat
mungkin aku mencegahnya.
“Ka, kamu apain bunda? Kenapa bunda bisa bicara dengan
nada tinggi?” Tanya ayah padaku.
“Yah, apa sih yang sebenernya salah dari hobiku?
Apakah ini hobi yang haram?” Jawabku pada ayah dengan suara sedikit terisak.
“Ka, kami berdua berusaha percaya sama kamu, kamu
harapan kami berdua, kami sudah mempersiapkan semuanya untuk masa depanmu. Kalo
begini caranya ayah juga kecewa sama kamu! Bisa kan hobi itu kamu lanjutkan
setelah kamu ujian nanti?!” Bentak ayah padaku sambil merangkul bunda berjalan
keluar kamar.
Kututup pintu kamarku dan kubereskan semua alatku.
Malam ini aku putuskan untuk tidur lebih awal. Kali ini aku merenung bukan
untuk memikirkan ide apa yang besok akan kutuang. Aku memikirkan betapa
mengecewakannya aku bagi ayah dan bunda. Haruskah aku menghentikan hobiku ini?
Karya
1.
Farakh Aini Fitri MG1318
2.
Mutiara Maharani
Nashir MG1330