Ilustrasi : Pancasila yang sedang melawan radikalisme (verbivora.com) |
Bangsa dan negara Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar dan luas serta terdiri dari banyak Pulau. Masyarakat Indoensia terdiri dari berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan sebagainya, sehingga bangsa ini secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multicultural. Pancasila yang ditawarkan oleh Soekarno sebagai philosofische Gronslag (dasar, filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Kemauan dan hasrat untuk merdeka menurut Soekarno harus mendahului perdebatan mengenai dasar negara Indonesia. Menurut Soekarno buat apa membicarakan dasar negara jika kemerdekaan tidak ada. Dari sini bisa kita mengerti logika berpikirnya Soekarno yang terlebih dahulu menggelorakan semangat untuk merdeka, bahkan ketika rakyat masih miskin sekalipun harus punya semangat untuk merdeka.
Kehadiran
Pancasila sebagai dasar negara untuk menjadi pemersatu kebegaraman yang ada
pada bangsa Indonesia. Namun hal yang memprihatikan adalah masih ada kelompok
dan organisasi tertentu belum menyadari dan menghayati nilai dan fungsi
Pancasila. Selain itu ada kelompok tertentu yang ingin mengganti Pancasila ini
sebagai dasar dan ideologi bangsa. Bangsa ini sudah sudah 73
tahun mardeka namun rasanya keutuhan kemerdekaan itu masih belum sepenuhnya
dirasakan bangsa ini. Berdasarkan hasil survey Media
Indonesia serta penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian, menunjukkan bahwa lembaga pendidikan telah menjadi
sumber bertumbuhnya sikap membenci dan intoleransi terhadap mereka yang berbeda
agama. Survey ini juga menunjukkan tingkat dukungan terhadap aksi kekerasan
cukup tinggi, begitu pula dengan tingkat kesediaan lembaga pendidikan untuk
terlibat dalam aksi kekerasan terkait isu agama sangat sensitif. Hingga saat ini pun
aksi kekerasan masih menjadi persoalan bagi bangsa ini
yang dihadapkan dengan radikalisme agama.
Radikalisme
agama merupakan hal yang tidak bisa
disepelekan oleh bangsa Indonesia. Radikalisme merupakan suatu paham atau gerakan yang menginginkan suatu pembaharuan dalam aspek sosial dan politik dengan mengembalikan diri secara ekstrem dalam aliran politik.
Pandangan ini kerap disandingkan dengan gerakan fundamentalisme. Gerakan
radikal biasanya dicapai dengan segala cara, mulai dari cara yang halus sampai
cara yang keras sekalipun. Realitas radikalisme agama di Indonesia kian hari
kian menggelisahkan, khususnya pasca reformasi. Radikalisme agama ditampilkan
dalam tindakan dishumanis (tak manusiawi) yang memilukan, seperti Bom Bali,
tragedi Poso, Ambon, Sambas, Tolikara, penyerangan di Gereja St. Lidwina,
Bedog, Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/02/2018), yang menyebabkan setidaknya
empat orang terluka.
Segala sesuatu tindakan radikalisme yang
jahat seperti tindakan membunuh, menteror, membakar, memusnahkan sesama manusia
itu anehnya diatas namakan agama. Hal yang
memilukan lagi adalah bahwa ternyata para tokoh, pelaksana, eksponen, pelaku
kekerasan itu adalah orang-orang yang mengaku beragama. Pertanyaan yang muncul
adalah : Apakah agama mengajarkan orang menjadi radikal dan tega menyakiti?
Apakah artinya agama jika tidak melestarikan kehidupan manusia? Apakah agama
untuk memusnahkan kehidupan manusia? Masih terekam dengan jelas bagaimana
mencekamnya peristiwa peledakan bom yang dibingkai oleh motivasi agama. Di
berbagai media diutarakan berbagai wawancara dan tayangan yang berisi alasan
mengapa teror bom dilakukan. Motivasi yang amat kentara adalah alasan agamis.
Lagi-lagi agama dibawa-bawa sebagai pengesahan atas suatu tindakan brutal dan
membabi-buta, seakan-akan mati dengan cara demikian akan menjadi tujuan akhir dan
secara otomatis membuka surga bagi para pelakunya.
Adapun pengertian lainnya
tentang radikalisme yaitu suatu gerakan yang berpandang kolot dan sering
menggunakan kekerasan dalam mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian
Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan
agama, paham keagamaan serta paham politik (Hilmy,
n.d.). Radikalisme sering sekali disebut dengan Terorisme. Terorisme
merupakan ancaman terhadap keberlangsungan
hidup bangsa Indonesia dan ideologi negara Indonesia (Pancasila). Mengapa
Terorisme sangat berbahaya? Jawaban yang mungkin pas adalah hal ini
disebabkan oleh Terorisme mengeluarkan ancaman-ancaman kepada warga negara
Indonesia yang membuat warga merasa takut, cemas, khawatir, menimbulkan
disintegrasi bangsa hingga mampu untuk mengganggu pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Oleh sebab itu, Soekarno (penggagas Ideologi
Pancasila) menawarkan suatu ideologi yang sesuai dengan dasar kebiasaan yang
ada di Indonesia, yaitu Pancasila. Soekarno sepertinya dapat melihat bahwa akan
terjadi berbagai gerakan yang dapat merusak atau mengancam negara Indonesia
salah satunya adalah Radikalisme. Seperti halnya kita merawat diri
kita sendiri,Pancasila sebagai falsafah negara juga perlu dirawat dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai yang terkandung dalam Pancasila sangatlah efektif
dan masih relevan dalam konteks kekinian untuk membangun bangsa Indonesia dari
keterpurukan yang dialami masyarakat Indonesia pada saat ini baik dari segi
pendidikan, ekonomi, maupun politik dan berharap bangsa ini tetap berdiri kokoh
di bawah panji Pancasila.
Dalam
konteks Indonesia yang memiliki keberagaman adalah modal dasar yang mesti
kita rawat demi menjaga persatuan dengan cara menghormati satu sama lain,
saling memberi pemahaman terhadap sesama mengenai lima butir Pancasila,
memfilter budaya asing yang masuk di Indonesia serta
memelihara sikap kejujuran dan bertanggung jawab. Sedangkan
untuk mencegah radikalisme adalah negara mesti hadir dalam konstelasi kehidupan
manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda, memperbaiki sistem
pemerintahan yang tidak sesuai dengan etika kehidupan berbangsa dan bernegara,
memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai literasi media yang
menggaungkan narasi persatuan bagi masyarakat yang tidak memiliki wawasan yang
cukup,tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak pro pada marwah persatuan, serta tidak menanamkan ideologi lain selain Pancasila.
Mari, kita sebagai warga negara Indonesia merawat keberagaman, merawat persatuan
demi terwujudnya Indonesia yang Pancasilais. NKRI Harga Mati Kita adalah
Pancasila.
Karya : Nurul Huda Partogian Sihite (MG1342)
Shafira Kartika Putri (MG1349)