foto: Lajournaliste.com |
“Aku ingin kau menjauhiku”
“Kenapa???” Si pria tidak kunjung menjawab pertanyaan dari si gadis.
“Aku berbuat salah padamu??”. Masih tak ada kata dari bibir si pria. Si gadis pun hanya tersenyum getir sambil menahan air mata yang akan keluar.
“Kau diam terus?!, radang tenggorokanmu kambuh lagi?.Ya sudah kalau itu maumu aku akan menjauh” si gadis pun langsung berlari meninggalkan si pria.
Saat si gadis sudah tak tampak lagi di mata si pria, ia baru berani menegakkan kepalanya. Ia menatap kepergian si gadis dengan mata berkaca-kaca.
“Maaf....”
“Tolong terus jauhi aku”
Tanpa seorangpun tahu si gadis juga sudah terisak dengan terus berlari menjauh.
“Kenapa ia berkata seperti itu padaku. Ada apa sebenarnya dengan dirinya kenapa ia menyuruhku menjauhinya??”
Setelah cukup lama menangis si pria kemudian mengambil ponsel pintarnya di dalam saku. Ia mencoba menghubungi seseorang yang bernama kontak Dokter Mawar.
“Halo selamat siang, dokter bisakah jadwalku kutunda besok saja”
“Memangnya kenapa Ryan?”
“Ada beberapa urusan yang harus kutangani. Pokoknya aku tidak mau datang hari ini!!”
“Baiklah baiklah. Tapi kau harus janji besok kau datang untuk kuperiksa”
“Iya” Pria yang bernama Ryan itu pun segera mematikan sambungan telepon.
Ia kembali merenung memikirkan keputusannya tadi.
“Karla kamu gak bisa terus bersama orang gila seperti aku”
Ryan beranjak pergi dari tempat itu menuju halte bus yang tidak begitu jauh dari sana. Ia akan menuju sebuah tempat yang selalu ia kunjungi setiap minggunya. Makam ibunya.
Saat sudah sampai disana, ia langsung menuju ke makam putih milik ibunya.
“Ibu ini aku Ryan. Anakmu datang Bu. Ibu tidur dengan damai ya disana?”. Ia menghela nafas dan tanpa sadar ia meneteskan air mata.
“Ibu Paman merawatku dengan sangat baik. Bibi juga sangat menyayangiku seperti ibu dulu” ia masih bermonolog dengan makam ibunya. Hanya deru angin yang menjawabnya.
“Ibu masih ingat dengan Karla. Aku sudah tidak bersamanya lagi. Aku menyuruhnya menjauhiku” Ryan sudah mulai menangis.
“Ibu apa yang kulakukan benar kan??. aku tidak ingin 'diriku' menyakitinya” Ryan pun kembali menangis karena sekali lagi wanita yang ia sayangi akan pergi dari sisinya.
“Aku takut ia disakiti oleh diriku yang lain hiks...” ia menangis disitu sampai tidak sadar ia ketiduran sambil menopang kepalanya di pusara keramik ibunya.
.
.
.
Karla tidak bisa diam saja dan menerima begitu saja apa yang telah diputuskan oleh Ryan. Ia harus mencari tahu penyebab Ryan berkata seperti itu.
“Halo Bibi Ana ini Karla. Karla ingin berbicara dengan bibi saat ini”
“Boleh nak silahkan datanglah ke rumahku”
.
.
.
Malam pun tiba, Ryan yang tadi tertidur langsung terbangun ketika merasakan hawa dingin di sekitarnya. Ada sorot takut yang sangat kentara di matanya. Bahkan ia sudah hampir meneteskan air matanya.
“hiks hiks mama Lian takut ... Ini dimana?. Kenapa Lian ada disini” tangisnya semakin keras dan air matanya terus menetes.
Ponselnya berdering dan sempat mengagetkan Lian. Setelah itu ia langsung mengangkat panggilan itu.
“Halo Ryan , kamu dimana kok belum pulang”
“Halo... Ini Lyan . Lyan tidak tahu ini dimana. Kak Ryan yang bawa Lyan kesini”. Ia menyebut dirinya sendiri Kak Ryan.
Bibi Ryan yang mendengar hal itu menjadi sangat panik. Pasalnya saat ini yang sedang menguasai tubuh Ryan adalah Lian. Lian adalah sosok kepribadian Ryan yang menyerupai anak kecil. Meskipun begitu Bibi Ryan berusaha tidak panik agar tidak semakin menakuti 'anak kecil' itu.
“Oh ini Lyan . Lyan yang tenang ya disitu sekarang bisa Lyan ceriatakan tempat Lyan sekarang seperti apa. Ini Bibi Ana Lyan”
“Bibi disini gelap sekali Lyan takut. Lyan duduk ditanah dan didepan Lyan ada papan putih dan ada tulisannya”
“tulisannya apa nak?”
“Ratih”
“Baiklah tunggu disitu ya nak . Paman Koko akan menjemputmu”
“Ya bibi cepat ya Lian takut. Bibi jangan dimatikan suaranya. Bibi ngomong terus sama Lian sampai paman datang”
.
.
.
Awal mula hadirnya Lyan adalah karena saat kecil ia pernah melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya sendiri. Entah apa yang membuat ayahnya begitu emosi sehingga ia memukuli istrinya sendiri. Ryan yang baru berumur 7 tahun saat itu menangis dengan histeris menyaksikan penyiksaan ibunya. Dan hal itu mengakibatkan trauma yang sangat besar pada dirinya. Depresi tersebut sampai-sampai merusak mentalnya dan memunculkan kepribadian Lyan. Lyan, sosok anak kecil yang dalam memorinya hanya ada hal hal menyenangkan yaitu memori Ryan sebelum melihat KDRT.
Lalu kenapa Ryan ketakutan kalau Karla sampai bertemu dengan kepribadiannya yang lain?. Karena kepribadian Ryan tidak hanya 2 tetapi ada satu lagi yang menurut Ryan sangat berbahaya. Kepribadian ini muncul ketika umurnya 14 tahun.
Saat itu ayah dan ibunya sudah bercerai. Pada hari itu sosok ayahnya tiba tiba datang dengan membawa sebuah pisau yang terhunus pada ibunya. Ryan langsung mencoba menghalau ayahnya dengan segala cara.
“Minggir kau anak lemah. Aku ingin membawa ibumu. Aku mencintainya”
“Kalau ayah mencintainya, kenapa ayah berniat melukainya?”
“kau tau apa tentang cinta. Anak kecil dan gila sepertimu tidak tahu apa-apa”
Sang Ayah masih terus menerjang tubuh Ryan untuk bisa menangkap ibunya. Ryan pun mencekal tangan kanan ayahnya dan memuntirnya. Hal itu membuat pisau yang dibawa ayahnya terjatuh.
“Aku tidak gila ayah. Aku tidak sepertimu” Ryan pun menginjak pisau ayahnya agar aman. Dan sudah melepaskan cekalannya pada tangan ayahnya.
“Kau kira aku tidak tahu sifatmu yang seperti anak kecil idiot itu hah.... Kau hanyalah anak lemah yang cengeng”
“Tidak aku bukan anak kecil “ anehnya setelah ia berkata seperti itu kepribadian kecilnya malah muncul. Ia menggelengkan kepalanya seperti anak kecil dan mulai terisak melihat muka garang ayahnya.
“lihat sifat idiotmu muncul lagi kan” ayah Ryan langsung mengambil kembali pisaunya dan langsung menghunuskannya pada paha Ryan. Setelah itu ia langsung menarik tangan mantan istrinya.
“Ikut aku atau kuputuskan lehermu” ibunya yang tidak bisa mengelak lagi langsung diseret oleh mantan suaminya itu.
“Ryan .. Ryan tolong ibu . Tolong ibu Ryan” Ryan yang juga sama ketakutannya merasa sangat frustasi karena ia melihat sendiri bagaimana ibunya meminta tolong tetapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.
“ibu... Ibu dibawa pergi. Hiks ini bagaimana. Kak Ryan!! Lian harus bagaimana. Lian benci seperti ini. Lian tidak suka ibu nangis. Lian tidak mau seperti ini hiks” ia memukul kepalanya sendiri karena merasa frustasi. Hingga akhirnya ia merasakan pusing yang sangat amat pada kepalanya dan ia pun pingsan.
Tak berapa lama mata Ryan kembali terbuka tapi kali ini tidak ada tangisan atau rengekan khas Lian. Ia menatap tajam ke arah pintu dan segera bangkit dengan kaki tertatih-tatih.
“Kau sudah melukaiku dan ibu . Lihat saja bapak tua pembalasan akan lebih menyakitkan. Tidak akan ada yang bisa menyakiti ibu jika Ian masih ada. Tunggu Ian Bu” kepribadian baru muncul pada diri Ryan sebagai bentuk pertahanan diri dan mentalnya dari ketakutan luar biasa yang ia terima.
Ia membawa sekop yang ada di halaman dan segera mengejar ayahnya. Ternyata mereka belum terlalu jauh dan ketika sudah dekat Ian memukulkan gagang sekop ke tengkuk ayahnya sampai kepalanya berdarah dan si Ayah pingsan, si ibu langsung memeluk anaknya dengan sangat erat.
“Ryan kamu tidak apa-apa?. Ya ampun Ryan paha kamu berdarah nak”
“Tidak apa-apa Bu. Luka ini tidak seberapa ketimbang ibu. Maaf Bu Ian telat menolong ibu seandainya aku tidak lemah aku pasti bisa menjaga ibu dari setan ini”
Ian pun mengambil pisau ayahnya yang tergeletak dan tanpa diduga ia menusukkan pisau itu pada paha ayahnya.
“RYAN apa yang kaulakukan?. “
“Ibu dia orang jahat dia pantas mendapatkan itu” tidak hanya itu saja ia menyayat kulit betis ayahnya
“untuk apa kau melakukan itu Ryan?”
“ ibu dia sudah membuat ibu dan aku terluka aku harus memberinya pembalasan” ia mengatakan hal itu dengan sorot mata yang tenang dan tajam seakan apa yang dilakukannya aalah hal yang normal.
“Ryan???!!!!”
.
Sifat Ian yang menjurus pada psikopat itulah yang membuat Ryan menyuruh Karla menjauhinya. Pernah Ryan terbangun di kamarnya dengan lengan penuh sayatan dan darah yang hampir mengering. Ia yang syok saat itu tidak bisa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi sampai suara sang bibi mengagetkannya. Ia melihat bibinya datang sambil terisak-isak.
“Ryan kau sudah sadar nak? Jangan menyakiti dirimu lagi. Bibi merasa bersalah pada ibumu jika kau seperti ini”
Setelah berfikir keras akhirnya Ryan mendapat kesimpulan.
“Bibi itu tadi bukan Ryan . Bukan juga Lian. Dia adalah Ian diriku yang lain”
.
.
.
Sebuah mobil pun telah sampai di depan pemakaman yang didatangi Ryan tadi siang. Tetapi bukan sesosok laki-laki yang keluar melainkan perempuan muda dengan rambut panjang yang menghampiri Ryan.
“Lian..”
Pria itu pun menoleh dan menatap wajah cantik wanita di depannya.
“Kak Karla ?. Kok ada disini? Kok bisa tau kalau aku Lyan” Ternyata benar kata Bibi Ana yang adalah bibinya Ryan bahwa Ryan punya kepribadian lebih dari satu.
“lebih baik sekarang kita pulang dulu. Yuk kamu pasti kedinginan”. Dengan mata berkaca-kaca Karla melepaskan syalnya lalu ia pakaikan pada Ryan. Ia memegang lengan Ryan dan menuntunnya memasuki mobil.
.
.
.
“Nggak Karla kenapa kamu datang lagi . Aku udah gak mau ketemu sama kamu lagi”
“Tapi aku mau Ryan. Kenapa harus aku yang pergi?”
“kamu tuh gak paham ya. AKU TUH GILA. Aku bisa aja nyakitin kamu sewaktu-waktu Karla”
“Yang harus pergi bukan aku Ryan tapi Alter Ego kamu”
“Tapi mereka gak akan bisa pergi”
“Dan aku juga gak akan pergi. Hiks aku akan terima kamu apa adanya”
“Gak bisa kaya gitu Karla dia akan nyakitin kamu”
“Aku percaya kamu gak akan nyakitin aku. Aku bakalan bantu kamu dan nemenin kamu sampai kamu sembuh dan mereka pergi”
.......
Karya: Kamila Diana Arruum (MG1234), Icha Erliana (MG1228)
“Kenapa???” Si pria tidak kunjung menjawab pertanyaan dari si gadis.
“Aku berbuat salah padamu??”. Masih tak ada kata dari bibir si pria. Si gadis pun hanya tersenyum getir sambil menahan air mata yang akan keluar.
“Kau diam terus?!, radang tenggorokanmu kambuh lagi?.Ya sudah kalau itu maumu aku akan menjauh” si gadis pun langsung berlari meninggalkan si pria.
Saat si gadis sudah tak tampak lagi di mata si pria, ia baru berani menegakkan kepalanya. Ia menatap kepergian si gadis dengan mata berkaca-kaca.
“Maaf....”
“Tolong terus jauhi aku”
Tanpa seorangpun tahu si gadis juga sudah terisak dengan terus berlari menjauh.
“Kenapa ia berkata seperti itu padaku. Ada apa sebenarnya dengan dirinya kenapa ia menyuruhku menjauhinya??”
Setelah cukup lama menangis si pria kemudian mengambil ponsel pintarnya di dalam saku. Ia mencoba menghubungi seseorang yang bernama kontak Dokter Mawar.
“Halo selamat siang, dokter bisakah jadwalku kutunda besok saja”
“Memangnya kenapa Ryan?”
“Ada beberapa urusan yang harus kutangani. Pokoknya aku tidak mau datang hari ini!!”
“Baiklah baiklah. Tapi kau harus janji besok kau datang untuk kuperiksa”
“Iya” Pria yang bernama Ryan itu pun segera mematikan sambungan telepon.
Ia kembali merenung memikirkan keputusannya tadi.
“Karla kamu gak bisa terus bersama orang gila seperti aku”
Ryan beranjak pergi dari tempat itu menuju halte bus yang tidak begitu jauh dari sana. Ia akan menuju sebuah tempat yang selalu ia kunjungi setiap minggunya. Makam ibunya.
Saat sudah sampai disana, ia langsung menuju ke makam putih milik ibunya.
“Ibu ini aku Ryan. Anakmu datang Bu. Ibu tidur dengan damai ya disana?”. Ia menghela nafas dan tanpa sadar ia meneteskan air mata.
“Ibu Paman merawatku dengan sangat baik. Bibi juga sangat menyayangiku seperti ibu dulu” ia masih bermonolog dengan makam ibunya. Hanya deru angin yang menjawabnya.
“Ibu masih ingat dengan Karla. Aku sudah tidak bersamanya lagi. Aku menyuruhnya menjauhiku” Ryan sudah mulai menangis.
“Ibu apa yang kulakukan benar kan??. aku tidak ingin 'diriku' menyakitinya” Ryan pun kembali menangis karena sekali lagi wanita yang ia sayangi akan pergi dari sisinya.
“Aku takut ia disakiti oleh diriku yang lain hiks...” ia menangis disitu sampai tidak sadar ia ketiduran sambil menopang kepalanya di pusara keramik ibunya.
.
.
.
Karla tidak bisa diam saja dan menerima begitu saja apa yang telah diputuskan oleh Ryan. Ia harus mencari tahu penyebab Ryan berkata seperti itu.
“Halo Bibi Ana ini Karla. Karla ingin berbicara dengan bibi saat ini”
“Boleh nak silahkan datanglah ke rumahku”
.
.
.
Malam pun tiba, Ryan yang tadi tertidur langsung terbangun ketika merasakan hawa dingin di sekitarnya. Ada sorot takut yang sangat kentara di matanya. Bahkan ia sudah hampir meneteskan air matanya.
“hiks hiks mama Lian takut ... Ini dimana?. Kenapa Lian ada disini” tangisnya semakin keras dan air matanya terus menetes.
Ponselnya berdering dan sempat mengagetkan Lian. Setelah itu ia langsung mengangkat panggilan itu.
“Halo Ryan , kamu dimana kok belum pulang”
“Halo... Ini Lyan . Lyan tidak tahu ini dimana. Kak Ryan yang bawa Lyan kesini”. Ia menyebut dirinya sendiri Kak Ryan.
Bibi Ryan yang mendengar hal itu menjadi sangat panik. Pasalnya saat ini yang sedang menguasai tubuh Ryan adalah Lian. Lian adalah sosok kepribadian Ryan yang menyerupai anak kecil. Meskipun begitu Bibi Ryan berusaha tidak panik agar tidak semakin menakuti 'anak kecil' itu.
“Oh ini Lyan . Lyan yang tenang ya disitu sekarang bisa Lyan ceriatakan tempat Lyan sekarang seperti apa. Ini Bibi Ana Lyan”
“Bibi disini gelap sekali Lyan takut. Lyan duduk ditanah dan didepan Lyan ada papan putih dan ada tulisannya”
“tulisannya apa nak?”
“Ratih”
“Baiklah tunggu disitu ya nak . Paman Koko akan menjemputmu”
“Ya bibi cepat ya Lian takut. Bibi jangan dimatikan suaranya. Bibi ngomong terus sama Lian sampai paman datang”
.
.
.
Awal mula hadirnya Lyan adalah karena saat kecil ia pernah melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya sendiri. Entah apa yang membuat ayahnya begitu emosi sehingga ia memukuli istrinya sendiri. Ryan yang baru berumur 7 tahun saat itu menangis dengan histeris menyaksikan penyiksaan ibunya. Dan hal itu mengakibatkan trauma yang sangat besar pada dirinya. Depresi tersebut sampai-sampai merusak mentalnya dan memunculkan kepribadian Lyan. Lyan, sosok anak kecil yang dalam memorinya hanya ada hal hal menyenangkan yaitu memori Ryan sebelum melihat KDRT.
Lalu kenapa Ryan ketakutan kalau Karla sampai bertemu dengan kepribadiannya yang lain?. Karena kepribadian Ryan tidak hanya 2 tetapi ada satu lagi yang menurut Ryan sangat berbahaya. Kepribadian ini muncul ketika umurnya 14 tahun.
Saat itu ayah dan ibunya sudah bercerai. Pada hari itu sosok ayahnya tiba tiba datang dengan membawa sebuah pisau yang terhunus pada ibunya. Ryan langsung mencoba menghalau ayahnya dengan segala cara.
“Minggir kau anak lemah. Aku ingin membawa ibumu. Aku mencintainya”
“Kalau ayah mencintainya, kenapa ayah berniat melukainya?”
“kau tau apa tentang cinta. Anak kecil dan gila sepertimu tidak tahu apa-apa”
Sang Ayah masih terus menerjang tubuh Ryan untuk bisa menangkap ibunya. Ryan pun mencekal tangan kanan ayahnya dan memuntirnya. Hal itu membuat pisau yang dibawa ayahnya terjatuh.
“Aku tidak gila ayah. Aku tidak sepertimu” Ryan pun menginjak pisau ayahnya agar aman. Dan sudah melepaskan cekalannya pada tangan ayahnya.
“Kau kira aku tidak tahu sifatmu yang seperti anak kecil idiot itu hah.... Kau hanyalah anak lemah yang cengeng”
“Tidak aku bukan anak kecil “ anehnya setelah ia berkata seperti itu kepribadian kecilnya malah muncul. Ia menggelengkan kepalanya seperti anak kecil dan mulai terisak melihat muka garang ayahnya.
“lihat sifat idiotmu muncul lagi kan” ayah Ryan langsung mengambil kembali pisaunya dan langsung menghunuskannya pada paha Ryan. Setelah itu ia langsung menarik tangan mantan istrinya.
“Ikut aku atau kuputuskan lehermu” ibunya yang tidak bisa mengelak lagi langsung diseret oleh mantan suaminya itu.
“Ryan .. Ryan tolong ibu . Tolong ibu Ryan” Ryan yang juga sama ketakutannya merasa sangat frustasi karena ia melihat sendiri bagaimana ibunya meminta tolong tetapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.
“ibu... Ibu dibawa pergi. Hiks ini bagaimana. Kak Ryan!! Lian harus bagaimana. Lian benci seperti ini. Lian tidak suka ibu nangis. Lian tidak mau seperti ini hiks” ia memukul kepalanya sendiri karena merasa frustasi. Hingga akhirnya ia merasakan pusing yang sangat amat pada kepalanya dan ia pun pingsan.
Tak berapa lama mata Ryan kembali terbuka tapi kali ini tidak ada tangisan atau rengekan khas Lian. Ia menatap tajam ke arah pintu dan segera bangkit dengan kaki tertatih-tatih.
“Kau sudah melukaiku dan ibu . Lihat saja bapak tua pembalasan akan lebih menyakitkan. Tidak akan ada yang bisa menyakiti ibu jika Ian masih ada. Tunggu Ian Bu” kepribadian baru muncul pada diri Ryan sebagai bentuk pertahanan diri dan mentalnya dari ketakutan luar biasa yang ia terima.
Ia membawa sekop yang ada di halaman dan segera mengejar ayahnya. Ternyata mereka belum terlalu jauh dan ketika sudah dekat Ian memukulkan gagang sekop ke tengkuk ayahnya sampai kepalanya berdarah dan si Ayah pingsan, si ibu langsung memeluk anaknya dengan sangat erat.
“Ryan kamu tidak apa-apa?. Ya ampun Ryan paha kamu berdarah nak”
“Tidak apa-apa Bu. Luka ini tidak seberapa ketimbang ibu. Maaf Bu Ian telat menolong ibu seandainya aku tidak lemah aku pasti bisa menjaga ibu dari setan ini”
Ian pun mengambil pisau ayahnya yang tergeletak dan tanpa diduga ia menusukkan pisau itu pada paha ayahnya.
“RYAN apa yang kaulakukan?. “
“Ibu dia orang jahat dia pantas mendapatkan itu” tidak hanya itu saja ia menyayat kulit betis ayahnya
“untuk apa kau melakukan itu Ryan?”
“ ibu dia sudah membuat ibu dan aku terluka aku harus memberinya pembalasan” ia mengatakan hal itu dengan sorot mata yang tenang dan tajam seakan apa yang dilakukannya aalah hal yang normal.
“Ryan???!!!!”
.
Sifat Ian yang menjurus pada psikopat itulah yang membuat Ryan menyuruh Karla menjauhinya. Pernah Ryan terbangun di kamarnya dengan lengan penuh sayatan dan darah yang hampir mengering. Ia yang syok saat itu tidak bisa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi sampai suara sang bibi mengagetkannya. Ia melihat bibinya datang sambil terisak-isak.
“Ryan kau sudah sadar nak? Jangan menyakiti dirimu lagi. Bibi merasa bersalah pada ibumu jika kau seperti ini”
Setelah berfikir keras akhirnya Ryan mendapat kesimpulan.
“Bibi itu tadi bukan Ryan . Bukan juga Lian. Dia adalah Ian diriku yang lain”
.
.
.
Sebuah mobil pun telah sampai di depan pemakaman yang didatangi Ryan tadi siang. Tetapi bukan sesosok laki-laki yang keluar melainkan perempuan muda dengan rambut panjang yang menghampiri Ryan.
“Lian..”
Pria itu pun menoleh dan menatap wajah cantik wanita di depannya.
“Kak Karla ?. Kok ada disini? Kok bisa tau kalau aku Lyan” Ternyata benar kata Bibi Ana yang adalah bibinya Ryan bahwa Ryan punya kepribadian lebih dari satu.
“lebih baik sekarang kita pulang dulu. Yuk kamu pasti kedinginan”. Dengan mata berkaca-kaca Karla melepaskan syalnya lalu ia pakaikan pada Ryan. Ia memegang lengan Ryan dan menuntunnya memasuki mobil.
.
.
.
“Nggak Karla kenapa kamu datang lagi . Aku udah gak mau ketemu sama kamu lagi”
“Tapi aku mau Ryan. Kenapa harus aku yang pergi?”
“kamu tuh gak paham ya. AKU TUH GILA. Aku bisa aja nyakitin kamu sewaktu-waktu Karla”
“Yang harus pergi bukan aku Ryan tapi Alter Ego kamu”
“Tapi mereka gak akan bisa pergi”
“Dan aku juga gak akan pergi. Hiks aku akan terima kamu apa adanya”
“Gak bisa kaya gitu Karla dia akan nyakitin kamu”
“Aku percaya kamu gak akan nyakitin aku. Aku bakalan bantu kamu dan nemenin kamu sampai kamu sembuh dan mereka pergi”
.......
Karya: Kamila Diana Arruum (MG1234), Icha Erliana (MG1228)