foto : https://imjustreal.files.wordpress.com |
"Hey, jangan bengong aja lo." ledek salah satu teman karibku, Sendy.
"Apaan sih." aku menimpalinya dengan dengan senyuman.
"Pasti Lo lagi ngelamunin Dara? Ngaku aja deh Lo." sambil cengengesan dia kembali meledekku.
"Gak lah sob, gua udah merelakannya. Tapi masih suka keinget kenangan terakhir bersamanya."
"Hahaha, cengeng banget sih lo, cewek gak cuma dia aja kelles."
Ya memang benar kata Sendy, cewek gak cuma Dara saja. Tapi bagiku, dia begitu spesial dan berbeda dengan cewek lainnya. Meskipun dia mengabaikan rasa cintaku padanya, dan bertahun-tahun aku berjuang mempertahankan rasa ini. Dia tetaplah gadis pujaan ku sejak SMA. Kini aku masih berkuliah dan sudah semester akhir. Namun rasa itu masih saja sama seperti dulu. Entah bagaimana aku bisa segila ini. Memang aku gila untuk mempertahankan cintaku. Tapi aku tak egois. Aku membiarkan dia bahagia dengan pilihannya.
Hanya kenangan terakhir itulah, yang membuatku tersenyum saat mengingatnya. Pikiranku masih suka mengingat kenangan 4 tahun yang telah berlalu. Aku masih ingat betul bagaimana aku menikmati kebersamaan yang langka kujumpai.
Seorang Dara, gadis cantik yang tak sembarang cowok bisa mendapatkannya, dan tak sembarang cowok dapat dekat dengannya. Sore itu ditemani hujan yang masih asyik mengguyur bumi, Dara memintaku untuk menjemputnya setelah ia selesai bimbel. Tanpa pikir panjang, aku segera mengambil motorku dan menyiapkan sepasang mantel, karena sore masih saja berteman dengan hujan.
Selama ini dia menganggapku hanya sebatas sahabat, dan aku sebagai seorang lelaki berusaha lapang dada menerima itu. Setelah berpuluh-puluh kali aku mengutarakan perasaanku padanya, dan jawaban yang kuterima tetap sama. Dia tidak mencintaiku. Setelah itu aku sadar, terlalu berambisi untuk memilikinya hanya akan membuatku semakin lelah untuk mengejarnya. Sejak itu, aku memberikan cintaku yang sederhana. Aku hanya ingin selalu ada saat dia membutuhkan bahuku untuk bersandar.
Kembali kecerita sore itu, perjalanan yang kutempuh dengan motor kira-kira satu jam. Di depan tempat bimbelnya dia menantiku sambil celingukan menghadap jalan raya. Dia segera membonceng motorku. Segera kusodorkan
helm untuknya beserta jas hujan. Dia pun menerimanya dengan tersenyum.
Selama perjalanan, awalnya kami saling beku. Entah kenapa nyaliku terasa ciut saat berada di dekatnya. Aku hanya bersyukur dan bersyukur karena bisa sedekat ini bersama orang yang selama ini aku cintai. Ditemani hujan yang memperindah suasana hati.
"Maaf ya." dia memecah hening di antara kita.
"Maaf untuk apa?" aku menjawabnya dengan sedikit gemetar.
"Maaf selalu merepotkanmu." ucapnya begitu polos. Sambil sesekali aku memperhatikan wajahnya lewat kaca spion.
"Tak usah begitu, aku sudah berjanji pada diriku agar selalu ada untukmu. Tenang saja, aku tak pernah memintamu membalas semua rasa cintaku. Karena cintaku lebih dari besar dari itu."
Dia hanya menundukkan kepala setelah mendengar penjelasan ku saat itu.
"Makasih, sebenarnya aku hanya ingin menikmati hujan di satu waktu ini denganmu. Sebelum aku memutuskan untuk saling sendiri." jelasnya dengan wajah begitu serius.
"Kenapa? Apa aku terlalu membuatmu tertekan?"
"Bukan, aku hanya ingin kita berjuang untuk masa depan masing-masing. Tentang kita akan bersama lagi ataupun berjodoh, biarlah sang waktu yang menjawabnya. Aku ingin kita benar-benar fokus tanpa saling mengabari terlebih dahulu."
Pikiranku masih mencerna deretan kalimat yang terucap dari bibir gadis berkulit kuning langsat tersebut.
"Baiklah, aku mengerti." aku menjawabnya dengan sedikit helaan nafas.
"Sudahlah, aku hanya ingin menikmati satu waktu ini bersamamu."
Setelah satu waktu yang sangat berharga itu, aku kembali menjalani hari-hari tanpa dirinya. Seperti apa yang pernah dikatannya, kita harus fokus pada masa depan masing-masing. Kata-kata terakhirnya itu seperti asupan yang membuatku bersemangat menjalani hari-hari tanpanya.
Bersama jatuhnya hujan aku menikmati sebuah kenangan.
Karya: Rekno Hidayati (MG1258), Siti Nurrohmah (MG1275)