Oleh: Siti Indayani
Sumber: www.99.co |
Apa hal pertama yang Anda pikirkan ketika mendengar kata plastik? Hal
awal yang terlintas ialah barang yang terbuat dari plastik, kantong kresek,
botol air mineral, dan sebagainya. Ya benar, itu merupakan jenis barang
yang terbuat dari plastik. Secara definitif, plastik merupakan bahan
polimer sintesis yang dibuat melalui proses poli-merisasi, dimana benda
itu tidak dapat lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Bahan polimer
sintesis tersebut memiliki sifat yang sulit terdegradasi di alam dan
membutuhkan waktu ratusan tahun agar dapat terurai.
Plastik dianggap sebagai penyumbang limbah terbesar. Peningkatan penggunaan barang berbahan dasar plastik berbanding lurus dengan penumpukkan limbah plastik yang dihasilkan, sehingga hal tersebut berakhir pada kerusakan lingkungan. Permasalahan sampah disebut sebagai hal yang krusial. Bahkan, sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena dampaknya yang tersebar diberbagai sisi kehidupan.
Eksistensi sampah di muka bumi ini tentu akan berbalik menghancurkan kehidupan sekitarnya jika hal tersebut tidak segera ditangani. Mengingat bahwa limbah plastik sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Seperti asap pembakaran limbah plastik dapat mengakibatkan gangguan pernapasan, hepatitis, dan gangguan sistem saraf. Selain itu, limbah plastik juga mampu mencemari biota laut dan darat sehingga, dapat menyebabkan kematian pada hewan-hewan laut dan menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan limbah plastik. Salah satunya seperti isu yang sedangkan marak di kampus berakronim UNTIDAR, yaitu menerapkan peraturan tentang larangan penggunaan kemasan plastik sesuai instruksi dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI No. 1/M/INS/2019.
Eksistensi sampah di muka bumi ini tentu akan berbalik menghancurkan kehidupan sekitarnya jika hal tersebut tidak segera ditangani. Mengingat bahwa limbah plastik sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Seperti asap pembakaran limbah plastik dapat mengakibatkan gangguan pernapasan, hepatitis, dan gangguan sistem saraf. Selain itu, limbah plastik juga mampu mencemari biota laut dan darat sehingga, dapat menyebabkan kematian pada hewan-hewan laut dan menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan limbah plastik. Salah satunya seperti isu yang sedangkan marak di kampus berakronim UNTIDAR, yaitu menerapkan peraturan tentang larangan penggunaan kemasan plastik sesuai instruksi dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI No. 1/M/INS/2019.
Sumber: www.123rf.com |
Walaupun rektor sudah menjalankan mandat dari Kemenristekdikti terkait hal tersebut, tapi dalam segi aplikasinya masih terbilang cukup kurang. Hal itu memang tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu hidup berdampingan dengan plastik.
Seperti yang terjadi pada kegiatan Oreintasi Tidar Muda (Otadama) 2019, panitia masih menggunakan banner guna mendukung berlangsungnya acara tersebut. Hal tersebut mengakibatkan tuai kritikan di mata mahasiswa baru (Maba).
Mahasiswa dengan inisial NA, program studi S1 Hukum, semester 1 mengeluhkan, bahwa ada sebuah kejanggalan dalam Otadama universitas, yaitu tentang penggunaan banner plastik. Padahal, di kebijakan universitas sudah tertera tentang larangan penggunaan banner plastik. Akan tetapi, di Otadama universitas panitia masih menggunakan banner plastik.
Pernyataan Maba berinisial NA tersebut, sesuai dengan Surat Edaran Rektor Untidar Nomor 80/UN57/2019, tentang larangan penggunaan kemasan plastik di lingkungan universitas, pada poin 2 yang berbunyi “Sivitas akademika Universitas Tidar diharap mengurangi penggunaan spanduk, backdrop, baliho, dan media sosialisasi lainnya yang berbahan plastik”. Surat Edaran tersebut dikeluarkan pada Rabu (3/7) lalu.
Selain penggunaan banner dalam kegiatan, hal lain yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ialah air mineral kemasan masih digunakan sebagai konsumsi pendukung kegiatan. Penulis sempat menjumpai dibeberapa kegiatan mahasiswa yang masih menggunakan air mineral kemasan. Seperti pada kegiatan seminar, workshop, training, dan sebagainya.
Lingkungan Kampus Elang, masih minim dalam pengimplementasian peraturan yang dikeluarkan rektor. Respon mahasiswa terlihat masih rendah terhadap peraturan tersebut. Lalu, untuk apa peraturan dibuat jika tidak ditaati, dipatuhi dan dijalankan? Apakah peraturan tersebut hanya sebagai miniatur undang-undang kampus semata?
Sebagai informasi, menurut Nasution (2015) dalam jurnalnya, sampah kantong plastik dapat menembus angka 400 ton per harinya. Program Lingkungan PBB, pada Juni 2006 mencatat, setidaknya terdapat 46.000 sampah plastik di lautan setiap mil persegi.
Sedotan Stainless: Salah satu bentuk solusi pengganti sedotan plastik (Sumber: tokopedia.com) |
Dengan demikian, untuk mengurangi penumpukan limbah plastik, kita dapat mengurangi penggunaan barang kemasan plastik sedikit demi sedikit, jika tidak bisa menghilangkan sepenuhnya. Kita bisa menggunakan benda-benda yang tidak sekali pakai. Selain itu, dalam penyediaan konsumsi di kegiatan kampus, misalnya forum rapat, seminar, dan workshop, alangkah baiknya jika tidak menggunakan air mineral dalam kemasan. Melainkan gunakan gelas kaca atau membawa botol minum pribadi (tidak sekali pakai).
Selanjutnya, patuhilah peraturan yang telah ditetapkan Rektor UNTIDAR sebagai modal pengurangan limbah plastik dalam ruang lingkup kampus. Selain itu, pihak kampus dapat memperjelas sanksi yang akan diberikan, apabila masih terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut.