UNTIDAR – Kampus Elang ini kembali diguncang polemik pembaharuan sistem perkuliahan. Setelah Kalender Akademik, kini alur pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) giliran jadi sorotan Civitas Academica UNTIDAR.
Beberapa perubahan yang timbul pada alur pengisian KRS dan pengambilan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) membuat mahasiswa resah dan tidak paham dengan perubahan tersebut. Reza Rama, mahasiswa semester dua Program Studi (Prodi) Administrasi Negara, menyatakan kebingungannya dengan sistem KRS yang baru. “Saya masih bingung dengan sistem baru pengisian KRS. Seharusnya ada pengumuman atau sosialisasi terutama pada maba. Terlebih bagi mahasiswa yang jadwal kuliahnya dipaketkan, daripada harus memesan mata kuliah terlebih dahulu,” ungkapnya.
Dua mahasiswa semester empat Prodi D3 Akuntansi, Niken Mala Puspitasari dan Fifin Anggraini pun mengakui hal serupa. “Seharusnya diberikan sosialisasi kepada mahasiswa terkait tata cara dan prosedur pengisian alur KRS dengan sistem yang terbaru ini," tambah Niken.
Berdasar keterangan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Prof. Dr. Joko Widodo, M. Pd., saat ditemui pada Kamis (7/2) siang, beliau menerangkan bahwa ada beberapa penyebab dilakukan perubahan alur pengisian KRS dan pengambilan jumlah SKS dalam periode perkuliahan semester genap 2019 ini. “Penyebab perubahan sistem pada layanan akademis dikarenakan kebutuhan, permasalahan dan keinginan memperbaiki kualitas seperti pengambilan KRS, Ujian, PPL, dan Pembimbingan Skripsi,” tuturnya.
Selain itu, pada periode perkuliahan sebelumnya telah banyak persoalan yang berkaitan dengan KRS. Salah satunya pengambilan KRS yang tidak dapat terkontrol dengan baik walaupun sudah menggunakan sistem modern.
Hal tersebut menimbulkan beberapa akibat yang dirasakan dosen dan mahasiswa. Pertama, terjadi penumpukan waktu di awal jadwal perkuliahan, hal itu diperjelas oleh Prof. Joko. “Ada penumpukan waktu pada hari-hari awal perkuliahan, sehingga mengakibatkan banyaknya kelas yang kosong, walaupun sudah dirancang oleh Kaprodi,” ujar Prof. Joko.
Kedua, terdapat dosen yang tidak mendapat mahasiswa disebabkan oleh banyaknya mahasiswa yang memilih matakuliah serta pengampu sesuai keinginan mereka.
Ketiga, terjadi kesalahan pengambilan matakuliah seperti halnya mahasiswa semester dua mengambil mata kuliah semester delapan. Selain mengakibatkan KRS tidak terkontrol, hal tersebut juga menyebabkan mahasiswa semester delapan tidak mendapat kelas.
Keempat, pelaksanaan perkuliahan tidak efisien, “Mata kuliah umum dijadwalkan semua prodi, namun ada satu prodi yang mengambil hanya satu atau dua mahasiswa saja. Akhirnya jebol di belakang. Ada fakultas tertentu yang kekurangan ruang padahal di tempat fakultas lain kelasnya kosong. Hal ini terjadi karena adanya kurang koordinasi antar fakultas," tutur Prof. Joko.
Kepala Biro Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskominfo) saat dimintai keterangan oleh Tim LPM MATA pada Kamis (7/2) siang, masih enggan memberikan informasi terkait. Saat itu, pihak Puskominfo sedang mempersiapkan sosialisasi pemesanan mata kuliah kepada seluruh Ketua Prodi yang dilaksanakan pada Jum’at (8/2). Untuk sosialisasi mahasiswa belum diketahui secara pasti waktunya.
Dengan adanya alur KRS yang baru, diharapkan jam perkuliahan antar fakultas menjadi lebih tertib. Tak hanya itu, perubahan pengambilan jumlah SKS juga jadi polemik tersendiri bagi mahasiswa UNTIDAR. Kini, jumlah pengambilan SKS diatur sesuai perolehan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) semester sebelumnya. Hal tersebut bertolak belakang dengan ketentuan sistem terdahulu. Pengambilan SKS yang dibatasi oleh IPK tersebut bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa agar lulus dengan layak dan mudah mendapatkan pekerjaan.
“Sistem terdahulu menyatakan, mahasiswa dengan Indek Prestasi Kumulatif (IPK) 3,0 boleh mengambil 24 SKS, sehingga banyak mahasiswa lulus tepat waktu dan cepat dengan kualitas mahasiswa yang biasa saja," ujar Prof. Joko.
Prof. Joko juga mengungkapkan bahwa mahasiswa yang menempuh perkuliahan selama 3,5 tahun dengan perolehan IPK 3,2 dirasa belum layak untuk diwisuda. “Mahasiswa disarankan mengulang dan memperbaikinya daripada mengejar lulus cepat namun, IPK rendah,” pungkasnya. (AIM/FM)