Namaku Ria Hikaru. Aku mempunyi
sahabat baik namanya Myra. Dia anaknya sangat jail kepadaku. Kita berdua sudah
menjalin persahabatan sejak kecil. Karena rumah kami berdekatan, setiap hari
kami selalu bersama. Sejak sekolah TK sampai SMP kami selalu satu kelas. Namun,
aku dengar dari ibuku yang sedang berbincang di warung dengan ibunya Myra
bahwa, Myra itu mau nglanjuti SLTA di kota sana.
“Myra mau nglanjutin dimana, Bu?” tanya ibuku.
“Kayanya sih mau nglanjutin di kota, Bu,” jawab ibu
Myra
“Loh kok di kota? Nanti ya gak bareng sama Ria lagi
dong?” Tanya ibuku sambil kaget.
“Iyaaa. Soalnya bapaknya Myra kerjanya pindah di sana.
Jadi kita ya harus ikut semua,” jawab ibu Myra.
Setelah selesai belanja, ibu pun pulang dan bilang
kepadaku bahwa Myra mau melanjutkan sekolah SLTA di kota. Aku langsung kaget
ketika ibuku bilang begitu.
Karena waktu sudah sore aku disuruh mandi sama ibu.
Di kamar mandi aku berfikir apa yang ibu tadi katakan kepadaku. Aku seolah
tidak percaya. Bahkan aku sempat
mencubit pipiku sendiri karena aku masih tak percaya.
Malam pun datang. Malam ini bulan dan bintang
bersinar terang di langit. Namun tidak dengan hatiku yang sedang gelisah. Aku
meminta izin untuk pergi kerumah Myra sebentar. Aku mengetuk pintu rumah Myra
dan yang membukakan pintu adalah Myra. Aku langsung memeluk Myra dengan keadaan
sedih. Myra seolah bertanya,kenapa dengan sahabatku ini? Tiba-tiba saja memelukku
begini. Myra langsung menatap wajahku. Dia langsung merangkul aku dan mengajakku
ke taman rumahnya.
“Kamu kenapa?,”.tanya Myra sambil duduk.
“Aku denger kamu mau nerusin sekolah SLTA di kota
ya?” ucapku.
“Loh kok kamu tahu, padahal malam ini aku mau ke
rumah kamu untuk ngomongin ini. Ehh kamu malah sudah kesini”, kata Myra.
“Iya aku tau dari ibuku, dia tadi waktu belanja
bertemu dengan ibumu dan bilang kalau kamu mau pergi ke kota. Apa bener?,”jawab
aku
“Maaf ya Ri, Ya aku harus nglakuin ini. Bapakku
pindah kerjanya di sana jadi aku harus ikut kesana”. Jawab Myra dengan suara
lirih.
“Kalau kamu pergi aku di sini sama siapa?”
“Kamu pasti akan mendapatkan sahabat lagi Ri banyak
kok yang ingin jadi sahabat kamu”, jawab Myra sambil memeluk Ria.
“Pertemuan kayak gini mungkin terakhir bagi kita”.
Ucap Ria dengan nada lembut.
“Gak kok ri, kita pasti akan kaya gini lagi besok
kalau aku sudah kembali ke sini lagi”. Kata Myra.
Waktu semakin malam. Dinginnya embun menemani kita
di taman ini. Aku ngobrol banyak dengan sahabatku yang akan pergi ini. Aku tak
menyangka, kenapa sahabat satu satunya harus pergi meninggalkanku. Tapi harus
bagaimana lagi, ini sudah jadi keputusan dia dan keluarganya.
***
Mentari pagi telah muncul, ini menandakna bahwa Myra
akan segera pergi ke kota. Yaaaa hari ini adalah hari dimana Myra akan
meninggalkanku di sini. Memang ini sudah jadi keputusannya untuk pergi namun
aku masih tak percaya kalau mau ditinggal sahabat baikku. Jam menunjukkan pukul
07.00 WIB, aku langsung mengambil sepedaku dan langsung ke rumah Myra untuk
melihat dan bertemu dengan Myra untuk terakhir kali sebelum dia ke kota. Ketika
aku sampai di depan rumah Myra aku melihat rumah tersebut sudah sepi, namun aku
tetap mengetuk pintu rumah ini.
“Tok tok tok Assalamau’alaikum,”
salamku sambil mengetuk pintu.
Aku mengetuk pintu itu berulang kali, namun tidak
ada satu pun yang menjawab. Aku mencoba ke belakang rumah Myra sambil
berseru-seru. Tapi hasilnya kosong seperti yang di depan tadi. Pundakku ditepuk
dari belakang, aku sempat kaget.Ternyata tetangga Myra.
“Mau cari siapa, Nak?”tanya tetangga Myra
“Cari Myra dan keluarganya, Pak? Apa mereka sudah
pergi ke bandara?”tanyaku sambil tergesa-gesa.
“Iya sudah, Nak, tadi sekitar 10 menit yang
lalu," jawab tetangga itu.
Setelah aku tahu bahwa mereka sudah pergi ke bandara
aku langsung mengayuh sepedaku sekencang mungkin. Sesampainya di bandara aku
melihat sana-sini mencari Myra dan keluarganya. Tak lama mencari aku pun
melihat Myra. Aku langsung lari dan mendekati Myra dan memeluknya.
“Aku janji, aku nggak akan lupa tentang persahabatan
kita, walau raga kita jauh tapi hati kita akan tetap dekat kok,” kata Myra yang
mencoba menenagkan hati Ria.
“Apa kamu yakin Myra dengan kata-kata kamu?” tanyaku
dengan lantang.
“Iya Ri, aku janji nggak akan lupa dengan
persahabatan kita yang terbangun sejak kecil. Aku pasti akan kangen dengan
canda tawa kita, kebersamaan kita, dan semua tentang kita,” kata Myra
menenangkanku..
“Kamu adalah sahabat terbaikku dari dulu sampai
sekarang. Kamu tak akan terganti oleh sosok siapapun,” sambung Myra
Myra mulai meneteskan air mata. Ia seperti berat
meninggalkan aku sebagai sahabat satu satunya, sahabat yang sejak kecil
menemaninya dalam keadaan senang maupun susah. Pesawat yang akan dinaiki Myra
akan segera cepat landas. Myra harus ke dalam untuk check in. Tanganku masih memegang Myra dengan erat. Langkah Myra
semakin jauh, tanganku pun mulai lepas dengan tangan Myra. Akhirnya tangan kami
pun saling lepas dan Myra langsung melambaikan tangan kepadaku. Aku dan Myra
sama-sama melambaikan tangan, selain itu airmata kami pun menetes. Pada
akhirnya, Myra pun masuk ke pesawat dan aku hanya bisa melihat di balik pagar
besi yang kuat.
***
Sudah hampir tiga tahun Myra pergi meninggalkanku di
sini. Aku berfikir setelah lulusan nanti dia pasti akan ke sini lagi dan
menemuiku. Hari lulusan pun telah tiba. Allhamdulillah
aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Setelah itu liburan pun datang, dan aku
berfikir kembali bahwa Myra akan kembali.
Sudah seminggu liburan berlalu. Aku tak dapat kabar
kalau Myra akan pulang atau tidak. Ketika aku pergi ke warung, aku melewati
rumah Myra. Aku melihat di situ ada orang berkerumunan. Aku langsung
menghampiri orang-orang tersebut. Eitsss ternyata Myra pulang. Hatiku sangat
senang ketika melihat Myra pulang. Aku malah langsung memanggilnya.
“Myra. . .,” seruku dengan kencang.
Ketika aku panggil dia satu kali, dia tidak menoleh,
malah asyik mainan handpone. Aku
mencoba untuk memanggilnya lagi. Panggilan kedua membuatnya menoleh, tapi dia
malah seperti orang tak mengenaliku dan aku langsung mendekatinya.
“Myra??????” sapaku dengan senang.
“Maaf, siapa ya?” Heran Myra.
Aku langsung kaget ketika Myra bertanya demikian.
Apa mungkin dia lupa denganku, karena dia sudah punya teman-teman baru disana.
“Kamu lupa sama aku, sahabatmu dari dulu?”
“Aku kayaknya nggak punya sahabat disini lohh…,” jawab
Myra
“Aku Ria, Myr, sahabatmu dari kecil,” kataku mencoba
menyakinkan Myra
“Aku nggak punya sahabat disini!” Jawab Myra dengan
suara lantang
Aku langsung terdiam, tanpa kata satupun. Badanku
tiba-tiba kaku seperti mayit ketika Myra bilang begitu. Aku langsung lari
pulang dengan perasaan tak jelas. Sampai dirumah aku langsung memanggil ibu.
“Bu, Myra udah lupa sama aku,” kataku kepada ibu
sambil meneteskan sedikit air mata.
“Gak mungkin Myra lupa sama sahabatnya dari kecil,”
jawab ibu dengan suara lembut
Ibu seolah tak percaya. Namun ini kenyataanya. Myra
tak lagi mengenaliku. Benar kata temanku, kalau anak sudah pindah ke kota pasti
akan lupa sama temannya yang ada di desa walau sudah berteman sejak kecil dan
udah janji tak akan lupa. Aku hanya bisa melamun dan berfikir.
”Mengapa ya sahabatku sudah tak mengenaliku lagi,
apa mungkin dia sudah mempunyai sahabat yang lebih baik dari aku” lamunanku di
teras depan rumah sambil memandang lagit yang sagat gelap seperti hatiku saat
ini.
Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya
bisa melamun. Apa yang aku bayangkan dari kemarin ternyata salah semua. Sudah
tak ada Myra yang sering menjailiku seperti dulu, sekarang hanya ada Myra yang
sombong. Aku sedih dengan ini semua. Mungkin ini sudah takdir dari Allah
untukku. Ternyata benar peribahasa yang sering aku dengar “kacang lupa sama
kulitnya”. Kita dari dulu selalu bersama, tapi sekarang dia tak mengenaliku
sama sekali. Hmmm, ya sudahlah. Aku hanya bisa bersabar dan mendoakanya supaya
ingat kembali kepadaku. (QILBA)