Prayitno,
seorang buruh tani yang menyadari betapa pentingnya pendidikan, bekerja setiap hari
demi setitik harapan untuk anaknya dalam menggapai cita-cita. Walaupun bukan
salah satu penentu kesuksesan seseorang, namun pendidikan tinggi merupakan
salah satu jalan dan upaya menuju standar kehidupan yang lebih baik. Ia bekerja
dengan sungguh-sungguh untuk membiayai anaknya menempuh pendidikan di perguruan
tinggi.
Setelah
menikahkan dua anak pertamanya, kini ia hanya memiliki satu tanggungan untuk
mendidik dan mengantar anak satu-satunya tersebut ke jenjang perguruan tinggi. Di
tengah dinginnya udara pagi ia sudah pergi berjalan menuju sawah dengan
menenteng peralatan sawah yang sering ia gunakan serta bekal makanan yang
cukup. Dari dulu kegiatannya tidak pernah berubah, menjadi buruh cangkul dan
buruh tanam padi yang ia lakukan dengan sepenuh hati sebagai wujud rasa
tanggung jawabnya menjadi kepala rumah tangga. Tidak pernah muncul perasaan
mengeluh dari dalam hatinya karena ia sadar bahwa setiap manusia memiliki jatah
rezeki mereka sendiri-sendiri. Kemudian hasil kerja kerasnya dapat digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari serta sebagai biaya pendidikan anaknya yang belajar
di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Namun kini beban tanggungannya dapat
sedikit teratasi dengan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah kepada anaknya
sebagai biaya kebutuhan untuk menimba ilmu.
Prayitno
adalah satu dari sekian banyak buruh tani yang tinggal di kaki Gunung Merapi dengan
kesehariannya yang selalu berkutat dengan teriknya matahari dan hujan. Hal itu sudah ia lakukan sejak kecil
karena ia berasal dari keluarga petani. Banyak orang mengenal daerah kaki
Gunung Merapi sebagai daerah penghasil sumber daya pasir yang sangat melimpah
sebagai jejak erupsi gunung berapi. Namun, pemanfaatan sumber daya pasir hanya
dirasakan oleh orang-orang yang memiliki lahan disekitaran bantaran sungai
sehingga bagi mereka yang tidak memiliki tak dapat menikmatinya.
Cuaca
yang tidak medukung seperti sekarang ini dirasakan sangat sulit bagi seorang
petani dalam mengumpulkan pundi-pundi dari sawah garapan mereka. “Pendapatan
sebagai seorang petani memang kurang menentu karena mengikuti perubahan harga sayuran
di pasaran, kadang harga sayur bisa melonjak begitu tinggi kadang pula harganya
terlalu rendah’’ ucap Prayitno dengan wajah beseri-seri.
Banyak
orang memandang bahwa menjadi seorang petani itu mudah. Akan tetapi kenyataannya
tidak sesederhana itu, kadangkala ketika harga sayur sedang naik saat itulah hasil
panennya hanya sedikit. Begitu pula sebaliknya ketika hasil panennya melimpah
namun terkadang harganya sedang anjlok. Sehingga pendapatan yang kurang
memuaskan tersebut hanya menjadi balik
modal atau bahkan bisa jadi rugi karena masih harus dipotong biaya benih serta perawatan
sayuran yang ia tanam.
Kepala
rumah tangga ini berharap nasib anaknya dapat menjadi lebih baik seperti
layaknya setiap orang tua menginginkan kehidupan anaknya lebih makmur dibanding
dengannya. Ia tidak ingin anaknya menjadi petani sepertinya sebab ia ingin
anaknya menggapai cita citanya menjadi seorang tour guide. Maka dari itu, setiap harinya setelah menunaikan shalat
pasti ia mendoakan kesuksesan bagi anaknya. (AM)