Kami di Semarang
Karya : Meyta
M
|
atahari
terbit. Awan mulai cerah. Burung-burung ke sana-ke sini wujud kesenangan. Tata
terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam pada layar HP. Matanya terbelalak
melihat jam menunjukkan angka 06.45. Bergegaslah ia bangun dan merapikan tempat
tidurnya. Tapi ia tambah terbelalak melihat seisi kamarnya seperti kapal pecah.
Ia ingat bahwa sudah tiga hari belum merapikan kamar. Sampai terheran-heran
apakah ini yang dinamakan kamar seorang gadis. Berdiri sebentar sambil memutar badan
melihat kamar lalu bergegas mengambil handuk dan alat mandi. Tata lebih
bersemangat untuk mandi daripada merapikan kamar. “Ngapain dibersiin, toh mau ditinggal,” ucapnya pada diri sendiri.
Lima belas menit berlalu. Tata selesai mandi dan
mulai berias dilanjutkan berkemas. Diambilnya tas ransel abu-abu yang biasa
dipakainya ke kampus. Lima helai baju, tiga celana, dan pakaian dalam serta
alat make up dan mandi dimasukkannya
ke dalam tas. Lalu mengambil HP yang sedang di-charger.
Berharap teman-temannya belum sampai sini. Ternyata benar. Mereka baru saja
mengabari kalau sudah sampai perbatasan. Bergegaslah Tata keluar kamar dan
menuju kamar Lili. Dimintainya Lili untuk mengantarnya sampai pertigaan.
Cukup tiga menit Tata menunggu teman-temannya.
Berpamitan dengan Lili dilanjut menuju motor Cici. Ira dengan Jeje dan Tata
dengan Cici. Mulailah mereka menuju Semarang.
Beruntunglah mereka tidak kesiangan. Jalan
antarprovinsi tidak terlalu menyeramkan bagi mereka. Iya tahu sendiri. Jalan
antarprovinsi pasti dikuasai truk dan kendaraaan besar lainnya. Tapi kali ini
mereka tidak harus berebut jalan. Jalan masih lumayan sepi. Namun tak ada
niatan dari mereka untuk mengebut, mereka justru menikmati perjalanan mereka
apalagi udara khas pagi hari masih sangat terasa.
Dua jam sudah mereka di perjalanan. “Sebentar lagi
kita sampai,
yeeee,” seru Cici.
“Yeeeee,”
jawab Tata
juga. Tapi kesenangan mereka terhenti karena Jeje mengatakan kalau mereka salah
jalan dan harus putar balik. Itu tandanya mereka harus mengulangi perjalanan
selama tiga puluh menit.
“Ah sial, mana panas banget lagi,” gerutu Tata.
“Udah Ta, sante aja ga usah ngomel-ngomel nanti juga bakalan sampe kok.” Ira
menenangkan.
Berputar baliklah mereka. Tapi tiga puluh menit yang
mereka targetkan tidak terpenuhi. Semakin siang jalan semakin padat. Akhirnya
perjalanan satu jam pun mereka lalui. Sekarang sampailah mereka di Candi Gedong
Songo. Memarkirkan kendaraan dan berjalan menuju tempat pembelian tiket. Mereka
mulai berjalan memasuki pintu masuk. Belum sempat mengunjungi candi tapi kedai
makananlah yang mereka tuju pertama kali. Bergelut lama dengan padatnya jalan
membuat mereka lapar.
“Ayok makan dulu buat isi perut. Kan nggak lucu kita pingsan cuma gara-gara nggak kuat nanjak.” celoteh Jeje.
“Tuh makanan di warung itu kayaknya enak-enak. Yok
kesana aja,” tambah Tata. Dipesanlah tiga porsi nasi goreng
dan satu porsi gado-gado lengkap dengan empat gelas es jeruk.
Selesai makan Tata, Ira, Jeje, dan Cici mulai
berjalan. Jalan yang mereka lalui mulai menanjak. “Ah kalo gini ya percuma kita
makan, nanti sampe pucuk juga laper lagi,”
keluh Cici.
Ada sekitar lima belas menit mereka berjalan. Tak
ditemuinya jalan lurus, yang ada hanya jalan yang semakin menanjak. Ada tanda
panah bertuliskan ‘candi 1’ tapi saat itu banyak orang yang sedang berfoto di
sana. Dilanjutkanlah mereka berjalan. Kali ini tujuan terakhirnya hanya sampai
candi selanjutnya. Candi 2. Ya tulisan itu sekarang mereka temui. Tapi matahari
semakin terik. Mereka enggan berlama-lama. Ekspektasi mereka terhadap tempat
wisata ini terlalu tinggi. Mereka merasa sedikit kecewa karena tidak seindah
yang dikira. Akhirnya setelah berfoto mereka bergeas pulang.
Kali ini Umbul Sidomukti adalah tujuan mereka. Tidak
butuh waktu lama perjalanan dari candi ke umbul karena masih satu kawasan.
“Aku yakin
kita nggak bakal nyesel lagi. Ini lebih bagus banget,” ucap Jeje.
“Yaa semoga
saja.” jawab Ira.
Tidak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai. “Gilak aku suka banget sama tempat ini.
Belom sampe umbulnya tapi udaranya enak banget, seger lagi,” ucap Tata.
“Bener banget kamu, Ta,” kata Cici.
Mereka berjalan menuju umbul setelah membeli karcis.
Suasana di umbul sangat ramai, walaupun ramai tapi tidak membuat sepat di mata.
Semakin sore, umbul
semakin ramai. Banyak yang ingin menyaksikan sunset cantik dari umbul sambil berenang. Tak terkecuali mereka.
Sambil beristirahat dan menikmati suasana pegunungan, mereka berfoto ria. Empat
jam di sana cukup membuat mereka senang.
Belum sempat melihat sunset, tapi langit berubah menjadi gelap. Mereka khawatir kalau
hujan segera turun. Mau tak mau mereka harus mengakhiri perjalanan mereka hari
ini. Toh malam mulai menjelang, tubuh mereka sudah saatnya diistirahatkan. Bergegaslah
mereka berkemas-kemas dan pergi menuju kos teman mereka. “Ku harap bisa kesini lagi,” pinta
Tata.